PEKANBARU (HR) – Jaksa Penuntut Umum (JPU) akhirnya bisa membuktikan dakwaannya terhadap terdakwa Fadhillah Al Mausuly. Mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bengkalis itu dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi, dan dihukum 5,5 tahun penjara.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Bengkalis Zainur Arifin Syah saat dikonfirmasi melalui Kepala Seksi (Kasi) Intelijen, Herdianto membenarkan hal tersebut. Dikatakan Herdianto, terdakwa Fadhillah Al Mausuly telah menjalani sidang dengan agenda putusan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru.
“Benar. Hari ini sudah dibacakan putusan terhadap terdakwa Fadhillah Al Mausuly,” ujar Herdianto didampingi Kasi Pidana Khusus (Pidsus), Nofrizal, Rabu (7/2) sore.
Fadhillah Al Mausuly sebelumnya sempat lolos sementara dari jeratan hukum setelah eksepsi yang diajukannya diterima majelis hakim. JPU lantas melakukan perbaikan terhadap dakwaan tersebut. Sampai akhirnya, berkas perkara kembali dilimpahkan ke pengadilan, dan yang bersangkutan kembali menjalani proses sidang.
Setelah menjalani proses persidangan, Fadhillah Al Mausuly akhirnya dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana tertuang dalam Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1) Undang-undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama 5 tahun 6 bulan, dan denda Rp200 juta subsidair 4 bulan kurungan,” kata Herdianto.
“Terdakwa juga dihukum pidana tambahan berupa membayar uang pengganti sebesar Rp727 juta dikurangi dengan barang bukti uang yang sudah dikembalikan saksi-saksi, subsidair 7 bulan penjara,” sambung mantan Kasi Pidsus Kejari Rokan Hilir (Rohil) itu.
Diakui Herdianto, putusan tersebut belum berkekuatan hukum tetap atau inkrah. Pasalnya, terdakwa dan JPU masih pikir-pikir atas putusan tersebut.
“Terdakwa pikir-pikir, kita (JPU, red) juga pikir-pikir,” pungkas Herdianto.
Sebelumnya, JPU menuntut terdakwa Fadhillah Al Mausuly dengan pidana penjara selama 6 tahun, dan denda Rp200 juta subsidair 6 bulan kurungan. JPU juga menuntut agar terdakwa membayar uang pengganti (UP) kerugian negara sebesar Rp727.402.627 subsidair 1 tahun penjara.
Dalam dakwaannya JPU menyebut, terdakwa yang menjabat Ketua KPU Kabupaten Bengkalis Periode 2019-2024, melakukan korupsi dalam kurun waktu sejak tanggal 11 Maret 2019 sampai dengan tanggal 03 November 2022 atau setidak-tidaknya pada tahun 2019 sampai dengan tahun 2022, bertempat di Kantor KPU Bengkalis Jalan Pertanian Desa Senggoro, Kecamatan Bengkalis, Kabupaten Bengkalis.
Perbuatan korupsi terjadi pada kurun waktu tahun 2019-2021 silam. Berawal dari adanya tahapan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Bengkalis periode 2021-2024.
Untuk menyukseskan Pilkada, KPU Bengkalis mendapatkan hibah dari Pemerintah Kabupaten Bengkalis sebesar Rp40 miliar. Dana hibah itu diberikan berdasarkan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD).
Namun anggaran untuk Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Bengkalis itu, justru diselewengkan oleh para untuk memperkaya diri dan orang lain. Beberapa anggaran pengeluaran justru tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Anggaran KPU yang diselewengkan di antaranya, adanya pajak yang dipungut sebesar Rp385.662.861, namun tidak disetorkan ke kas Negara. Kemudian adanya penyetoran dana hibah ke rekening pribadi terdakwa Candra Gunawan sebesar Rp485.111.174.
Selanjutnya, adanya realisasi belanja yang disahkan tetapi tidak sesuai dengan buku kas umum sehingga menyebabkan ketekoran kas Rp192.570.900. Lalu, adanya jasa giro yang belum disetorkan ke kas Negara sebesar Rp4.484.593, serta tidak disetorkan ke kas negara pengembalian dari PPK Tualang Mandau dan PPK Bengkalis sebesar Rp25.731.000.
Kemudian, realisasi belanja yang tidak didukung bukti pertanggungjawaban sebesar Rp2.506.843.672. Adanya Kelebihan pencatatan pada BKU oleh Bendahara Pengeluaran Yang Mengakibatkan Negara Lebih Bayar sebesar Rp773.740.401.
Realisasi belanja yang tidak sesuai ketentuan perundangan-undangan sebesar Rp79.965.950, perjalanan dinas tidak sesuai ketentuan Peraturan perundang-undangan Rp83.892.216.
Pembayaran honorarium Pokja yang masih dalam penguasaan Bendahara Pengeluaran yang belum dibayarkan kepada anggota Rp54.105.000.
Akibat dari perbuatan korupsi ini, timbul kerugian keuangan negara atau perekonomian negara/daerah sebesar Rp4.592.107.767, sebagaimana laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara dari Inspektur Wilayah I Komisi Pemilihan Umum. (IRS17)